Reason.


Aksa dan Rafael sudah sampai di tempat tongkrongan biasa mereka, mengambil tempat yang menjadi tempat favorit. Hanya ada mereka berdua disana, memang tak bilang kalau mereka akan kesana dengan yang lain.

Aksa dan Rafael menusuk minuman yang tadi mereka beli di McD, serta membuka makanan yang mereka beli juga. Masih hening, tak ada percakapan di antara mereka berdua. Hanya ada suara adu plastik dari masing-masing.

Selesai dengan urusan masing-masing, Rafael yang tak suka suasana hening, membuka pembicaraan antara mereka berdua.

“Lo yang nyuruh Amerta kerumah?” Aksa hanya mengangkat kepala sebentar, lalu kembali menunduk. Mengangguk, meng-iyakan pertanyaan Rafael. “Alasannya?”

Aksa mengangkat bahu, “Aska. There is no other reason.” Sahut nya, Rafael hanya mengangguk.

“Alasan lo putus sama Amerta yang lo kasih tahu ke gua cuman karena dia mau pindah negara.” Aksa menghentikan acara makannya, menatap Rafael. “Gua ga minta cerita.” Sahut Rafael, mengerti.

“Kita gabisa sama-sama.”

Rafael menghentikan acara makannya, juga. Menatap bingung Aksa. “Maksud lo?”

“Pindah keluar negeri cuman kedok, orang tuanya, keluarganya, enggak pernah menerima hubungan sesama jenis, bahkan kakaknya, Kak Chandra, dipaksa nikah sama cewek. Padahal, kak Chandra pacaran sama temennya Amerta, Revasha.” Jelas Aksa, mengingat alasan ia dan Amerta putus 2 tahun yang lalu.

Rafael hanya terdiam, bingung ingin menjawab apa. Aksa menghela nafas panjang, “Sebenarnya bukan cuman kedok, tapi karena gua sama Amerta punya hubungan, orang tuanya sengaja mindahin Amerta ke Australia. Padahal, tinggal 4 semester lagi, dia lulus, di Universitas kita.”

Rafael menganga tak percaya, “Yang tahu ini siapa aja?”

“Jei, Ranja, cuman mereka berdua. Tapi, karena udah gua ceritain ke elo, jadi bertiga.” Jawab Aksa, lalu melirik kearah luar.

Rafael menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal, “Maaf. gua ngebuka luka lama.” Aksa melirik Rafael, menepuk pundaknya sambil memasang senyum.

“Santai aja kali, gua juga gaenak kalau terus-terusan nutupin semuanya daㅡ” Belum selesai Aksa dengan kalimat nya, Suara Sean menyela percakapan mereka, dengan Mahesa di sampingnya.

“Lo serius?” Sahutnya, dengan suara yang hampir tak terdengar. Aksa dan Rafael menoleh kebelakang, mendapati sepasang mantan tengah menatap mereka, dengan Sean tatapan nanar, dan Mahesa dengan tatapan yang seperti biasa, datar.

Aksa dan Rafael memasang wajah terkejut, saling melirik. “Lo berdua ngapain disini?” Rafael berusaha mengubah topik, ia tahu bahwa mantan kekasih Mahesa ini menyukai Amerta, semenjak ia dan Mahesa putus.

Sean menggeleng, “Jangan ubah topik. Jawab gua.” Mahesa menghela nafas lelah, menengahi Rafael dan Sean. “Kenapa ga duduk dulu, omongin baik-baik.” ucapnya, menenangkan.

Aksa mengangguk setuju, kalau sudah didengar oleh Sean yang notabenenya menyukai Amerta, tak ada salah nya juga membantu Mereka ㅡMahesa dan Seanㅡ kembali bersama.

Sean melirik datar Mahesa, lalu menghela nafas lelah. Ia duduk dihadapan Aksa, dan Mahesa dihadapan Rafael.

Aksa kembali menghela nafas panjang, “Iya itu serius. Kata gua, mending lo mundur. Nyakitin, lebih baik lo balik aja sama Mahesa. Gua tau dulu Mahesa bajingan, tapi masalalu bisa di ubahkan?” Aksa menunjuk-nunjuk Sean dan Amerta menggunakan sendoknya.

Mahesa hanya terdiam, “Gua emang bajingan,” gumamnya.

Sean menggeleng keras, “Bohong. Ini semua cuman rencana lo bertiga, 'kan? biar gua balik sama Mahesa?” Sean menggebrak meja mereka. Aksa berdiri, menepuk pundak Sean. “Enggak sama sekali, gua tau lo masih sayang sama Mahesa. Begitu juga Mahesa sebaliknya, Sean.” Sean menepis pundak Aksa.

“Enggak! lo punya bukti?! dia nyelingkuhin gua dulu!” Teriaknya, Rafael hanya bisa berdiam diri. Ia tahu semuanya, tapi tak bisa berbuat apa-apa.

“Gua punya bukti, lo mau liat priv acc Mahesa?” Rafael dan Mahesa membelalakkan mata mendengar tawaran Aksa barusan, Mata sean sudah merah, menahan tangisnya.

“let me see!”