truth.
Aksara memasuki rumahnya setelah mengambil nafas panjang, ia sudah membuat keputusan. Ia selama dijalan memikirkan kalau ia tak datang kepernikahan sang ‘mantan’ maka ia pasti akan dikira gagal move on, 'kan?
Padahal dalam kenyataannya, dia memang gagal move on. Bahkan mungkin tidak ingin melupakan, who's know?
Diruang tengah sudah ada Aska, Kalino dan Jei yang sedang tertawa. Ntah menertawakan apa, Aksa tak berniat ingin tahu. Takut lupa akan tujuannya mengumpulkan semua saudaranya,ㅡkecuali Jei.
Jei menyapa sang kakak kedua terlebih dahulu, “Dah balik lo? cepet ngomong sini bang.” Jei berdiri, menarik Aksa untuk duduk disampingnya. Ia melakukan itu agar Aksara tak lagi bertele-tele, karena ia sudah sangat lelah dan ingin segera berpelukan dengan sang kasur.
Aska menghirup tehnya, “Kayak mama banget...” ucap ketiga saudaranya, dari dalam hati.
“To the point, udah malem.” Suara Aska memecahkan keheningan diantara mereka, saat Aska sibuk dengan tehnya, Jei dan Aksa sedang memikirkan masalah yang akan mereka bicarakan, sedangkan Kalino sibuk dengan ponsel pintarnya.
Jei menyenggol tangan Aksara, yang tersenggol meneguk ludah kasar. “Gua sebenernya udah 2 tahun putus sama Amerta. Dengerin gua dulu, gua jelasin. Jangan dipotong gua mohon, sehabis itu lo mau marah atau gimana terserah. Tapi dengerin penjelasan gua dulu, ya?”
Aska sudah melotot, sudah siap melempar cangkir tehnya kearah muka tampan milik Aksa. Tapi, ia mengurungkan niatnya, karena ia termasuk orang yang memiliki kepekaan tinggi.
Aska juga hapal betul, Aksa melakukan sesuatu pasti dengan pikiran yang matang.
Aska hanya mengangguk sebagai jawaban, ia tahu bahwa Aksa menunggu. Kalino dan Jei hanya diam, hanya berjaga-jaga takut Aska tiba-tiba mengamuk.
Aksa menghela nafas panjang, “Gua putus sama Amerta sekitar 2017? atau 2018? pokoknya 2 tahun yang lalu. Gua bakal jelasin semuanya secara perinci biar lo ga salah paham. Pertama-tama, gua putus sama dia, karena orangtuanya Homophobic, dan orangtuanya gamau punya anak suka sama yang ‘sama’. Lo paham maksud gua, 'kan? itu alasan pertama. Alasan kedua, masalah Amerta lanjut Studi ke Aussie itu bener.
Gua ga bohong masalah itu, Aska. Dia emang bener-bener lanjut studi disana, tapi dengan alasan biar gua sama dia jauh. Balik lagi kealasan pertama, orangtuanya gasuka. Jadi itu dua alasan yang ngeharusin gua sama Amerta pisah. Kalau udah masalah orangtua, gua gabisa negoisasi. Kita gabisa maksain semuanya, Tuhan juga pasti punya skenario terbaiknya buat kita, 'kan? gua cuman bisa pasrah to be honest. Terus.. Alasan gua nyembunyiin itu semua karena gua gaberani.
Gua takut ngasih tau lo, Aska, gua takut ngasih tau ke Bang Kalino, ke mama. gua takut. Gua gapunya keberanian, kalian udah suka banget sama Amerta. Gua takut kalian kecewa.” Jei bernafas lega, mengelus dadanya. Hanya ia yang menjadi pundak untuk kakaknya satu ini, semuanya ia simpan.
Aska hanya terdiam, tak bisa berkata-kata, lalu suara helaan terdengar dari mulutnya.
“Padahal kalau lo ngomong dari awal, gua ga akan marah. Tapi, kalau udah kayak gini gua gimana bisa marah? lo udah nyoba buat jujur, meski kita cuman beda 13 menit. Gua ngehargain lo sama kayak gua ngehargain Bang Kalino. Lain kali kalau ada apa-apa lo ngomong sama gua, jangan ke Jei. Selain ke Jei juga ada Bang Kalino lho? masalah lo sama Amerta, gua gamasalah. Gua tau, kalian berdua sebenernya saling sayang. Tapi, pasti ada satu alasan kenapa lo berdua harus pisah.” Aska menjawab semua perkataan Aksa dengan senyuman maklum terpampang diwajah cantiknya.
Kalino hanya mengangguk-angguk, ia bingung harus menjawab apa. Toh, dihubungan anak muda pasti wajar untuk putus.
“Nah bereskan? besok kondanganlah.” Jei mencairkan suasana, Aska mengerutkan alisnya. “Siapa nikah? kok undangannya gada di gua?” Jei lagi-lagi menyenggol lengan Aksa.
“Amerta. Besok dia nikah sama cewek yang dijodohin sama dia...” Aksa menjawab dengan wajah cengengesan sambil menggaruk tengkuknya, Jei juga melakukan hal yang sama.
Aska memukul meja ruang tamu, “HARUSNYA LO BILANG DARI 2 TAHUN LALU KALAU LO UDAH PUTUS SAMA AMERTA BIAR DIA NIKAH GUA GA KAGET. MENDADAK BANGET ANJING! LO BERDUA NGINEP DI TEMPAT TONGKRONGAN LO AJA SANA!”
“LAH AKU JUGA?!” Jei berteriak, tak terima.
“YA LO SEKONGKOL! PERGI SANA!”