saraga’s

One.

Pagi -hampir siang- yang cukup cerah untuk memulai hari, Toge berlari keluar dari kos-an nya. Ia telat kelas hari ini.

Ia benar-benar lupa, kalau hari ini jadwal kelas pagi.

Ia terus berlari menuju halte bus, ia mengatur nafas nya. Cukup lelah, karena berlari cukup jauh dari kos nya sampai sini.

Ia harus menyalahkan Maki nanti, karena tidak membangunkan nya. Padahal mereka hari ini memiliki jadwal yang sama.

Sambil menunggu bus yang ia tunggu datang, ia duduk di kursi yang ada di Halte bus.

Di samping nya ada seorang laki-laki dengan Surai hitam, mata berkantung memainkan ponsel pintar nya.

Toge tidak perduli. Ia-pun ikut memainkan ponsel pintar nya, dan mulai marah marah di grup chat.

One.

Pagi -hampir siang- yang cukup cerah untuk memulai hari, Toge berlari keluar dari kos-an nya. Ia telat kelas hari ini.

Ia benar-benar lupa, kalau hari ini jadwal kelas pagi.

Ia terus berlari menuju halte bus, ia mengatur nafas nya. Cukup lelah, karena berlari cukup jauh dari kos nya sampai sini.

Ia harus menyalahkan Maki nanti, karena tidak membangunkan nya. Padahal mereka hari ini memiliki jadwal yang sama.

Sambil menunggu bus yang ia tunggu datang, ia duduk di kursi yang ada di Halte bus.

Di samping nya ada seorang laki-laki dengan Surai hitam, mata berkantung memainkan ponsel pintar nya.

Toge tidak perduli. Ia-pun ikut memainkan ponsel pintar nya, dan mulai marah marah di grup chat.

In Cafe.

Mai dan kawan kawan, masuk kedalam sebuah cafe yang bernuansa modern Eropa.

Mai ngeliat kanan kiri, nyari dimana kembaran sama temen nya duduk.

Akhirnya Mai nemuin kembaran sama temen nya, mereka lagi duduk di pojokan. Ngeliat dari jauh, kayak nya lagi pada pacaran.

Ya bener aja, dugaan si Mai. Yuuta sama Toge lagi sibuk berduaan di ujung kursi, Megumi sama Yuuji juga gitu.

Kalau Maki cuman ngobrol ringan sama Nobara, mereka ga pacaran. Mereka sama-sama saling suka, cuman pada ga berani ngungkapin perasaan nya.

Mai mukul meja, tiba-tiba rasanya waktu berhenti. Karena tiba-tiba hening banget.

“Pacaran terosss.” Perempatan muncul di dahi putih Mai.

“Iri aja jones.” Toge ngejawab dengan wajah yang, Alhamdulillah gemesin tapi sebenarnya ngeselin kalau diliat bener bener.

“Sayur, Lo diem ya. Gue rebut Atuy Lo, nanti nanges.” Jawab Mai, dia hanya bercanda. Ga mungkin beneran ngerebut pacar, temen nya dari bontot.

Meski temenan dari bontot, mereka beda circle. Gara-gara sering berantem. Aneh, tapi nyata.

“Gelut teros ini kecambah sama Mak lampir.” ucap Maki tiba-tiba.

Kepala Maki di gaplak Mai, “Maksud Lo apa anying?”

Maki berdiri di depan Mai, kalau lo nanya kemana Muta, Miwa, Momo sama Kamo kemana Mereka udah duduk di kursi kosong di meja itu. Terus ngobrol ringan sama yang lain.

Bagi mereka yang disana udah biasa, kalau Maki sama Mai gelut. jadi perduli amat.

“Maksud gue apa yaa.....” Maki masang pose -pura pura- mikir.

“Halah sok Sokan mikir, biasanya juga terobos aja.” Jawab Mai gamblang.

“Lo pikir gue itu lo?”

“Ga. jujur gamau disamain sama emak emak.”

“Awas Lo nanti punya anak.”

“KOK LO GITU SAMA GUE??”

Mai udah mulai teriak, orang di cafe mata nya udah natapin mereka. Yang lagi duduk di meja sama, sama Maki Mai cuman bisa nahan malu.

Kembar, tapi kayak bukan kembar.