> Contains Warning ;;
> 2.2k Word , Terror , Panic Attack , Blood , Shotgun , Canibalisme , Bom , Death Character , Sadistic , Depression , Scared , Scream , syringe, needle , Zombie , 18+ , Harsh Word , Using local word , Virus , Covid-19 , smooking , cigarettes , 100% fanfiksi , don't a real story , original character
> Peringatan yang lain akan di tambah seiring
> berjalan nya cerita.
Cerita ini murni Fanfiksi, semua latar belakang cerita ada lah Lokal ; Indonesia
Mohon bijak dalam membaca, dan own your risk
Happy Reading!
Covid-19 sudah berakhir sejak 2 tahun yang lalu, yaitu pada tahun 2023 bertepatan dengan Tahun baru pada saat itu.
Sudah 2 tahun pula semenjak Covid-19 di nyata kan selesai dari dunia, sudah 2 tahun pula ternyata virus zombie menyerang dunia.
Semua orang mengira, setelah Covid-19 berakhir; tidak ada virus lain yang menyerang dunia ini, lagi.
Tapi, ternyata tidak. Setelah penyakit yang menyerang dunia selama hampir 5 tahun ini, lenyap. Virus baru muncul.
Menyebabkan semua orang makin terpuruk, dan terkadang berteriak-teriak. Lebih baik berada pada jaman Covid-19 Dan selama nya berada dijaman itu. Dari pada sekarang.
Semua orang harus bersembunyi, mencari tempat yang aman. Dari jangkauan orang yang sudah terkena virus tersebut.
Karena, virus ini juga. Semua siswa tidak ada lagi yang bersekolah, semua sibuk bertarung diluar sana. Mencoba melindungi sanak saudara nya, dari serangan berbahaya orang-orang yang terkena virus tersebut.
Seperti sekarang.
Gadis yang berumur 18 Tahun ini, kini tengah berlumuran darah di baju putih nya. Tidak terlihat lagi warna Putih pada baju nya.
Sudah terlalu kotor.
Tangan kanan nya memegang sebuah Kayu, dan tangan kiri nya memegang sebuah Senapan Laras panjang yang ia dapatkan dari teman nya.
“Woi Iki! Udah beres yang disana?!” Gadis itu menoleh kearah barat dari arah nya, mengacungkan jempol kepada teman nya yang juga tengah berjuang mengalahkan Zombie yang ada di sekitar tubuh nya.
“AAAAAAA!” Gadis itu menoleh kearah belakang nya, mencari sumber suara yang baru saja terdengar.
Setelah menemukan titik nya, ia segera berlari. “GUE CEK DISANA! HATI-HATI. RA!” Teriak nya sambil berlari ke arah suara yang baru saja terdengar.
Sesampai nya di sana, ia melihat seorang wanita yang tengah memeluk anaknya. Di hadapan nya ada Zombie yang tengah berusaha menggigit Sang anak.
“Sialan.” Desis Iki, sambil mengangkat Senapan Laras panjang nya. Mengarahkan senapan tersebut, ke arah Zombie di depan nya yang berjarak sekitar 10 Meter dari hadapan nya.
Dor! Dor!
Dua kali terdengar suara tembakan, Iki berlari mendatangi Ibu dan Anak tersebut. Kemudian menarik sang Anak.
Ya, Hanya sang Anak.
“Kak?! kenapa ibu ditinggal!” Anak tersebut memberontak, berusaha melepaskan pegangan tangan nya dari Iki yang tengah membawa nya Lari.
“KAMU TIDAK LIHAT?! IBU MU TERGIGIT! JANGAN BODOH, ATAU KAU AKAN MENJADI ZOMBIE????” Iki berteriak, ia sebenarnya cukup frustasi dengan hal ini. Kenapa setiap kali ia menolong anak-anak, Anak-anak pasti akan memberontak, memberikan hinaan pada nya, Karena telah meninggalkan Orang tua mereka yang telah tergigit, dan itu sudah Pasti terkena Virus nya.
Iki menarik anak itu memasuki sebuah rumah kosong, melepaskan genggaman tangan nya ke anak itu dengan kasar. “Kak Iki sudah kembali?” Suara lembut anak kecil memasuki pendengaran Iki.
Ia segera menoleh kearah selatan rumah kosong itu, “Ya aku kembali. Urus anak ini, aku akan pergi keluar. Rara dan yang lain sedang menunggu ku. Ci.” Ucap nya sambil mengisi kembali peluru Senapan Laras Panjang nya.
“Kamu membawa anak lagi,” Suara berat terdengar dari sudut yang sama, Iki hanya menghela nafas lelah. “Lebih baik membawa anak ini ikut bersama kita, dari pada menambah populasi Zombie Zombie sialan itu, 'benar bukan?”
Iki membuka pintu rumah tersebut, “Aku pergi. Wish to me,” Ia menutup pintu rumah kosong tersebut. Berjalan dengan menyeret kayu balok yang ia gunakan untuk memukul anggota tubuh Zombie Zombie yang menyerang nya.
“Kau memungut, 'lagi?” Iki hanya menggorek kuping nya sambil dengan mengangguk malas, “Kau tidak takut rumah itu nanti jadi sasaran?”
“Ya. Tinggal mencari rumah baru, gampang kan? disini banyak rumah kosong yang megah, pemilik nya telah berubah menjadi makhluk menjijikan, Leon. Kau tahu itu.” Iki mengeluarkan sebatang rokok, menghidupkan nya dan mengisap nya pelan. Meski tubuh nya bau anyir, ia tetap mencari ke tebangan.
“Terserah kau saja,” Leon, pasrah dengan gadis dengan rambut diikat asal tersebut. “Aku mencari kalian berdua. Ternyata disini, ya?” Terdengar suara dari belakang mereka berdua. Iki melambaikan tangan nya.
“Oh, kalian bertiga sudah selesai di area sana?” Salah satu nya mengangguk, mengiyakan perkataan gadis tersebut.
“Tinggal menunggu Rara dan Theo, 'kan?” Iki mengangguk, menjatuhkan rokok nya yang masih sisa setengah. Menginjak puting tersebut.
“Habis ini kemana?” Tanya Chris, Iki mengangkat Senapan Laras Panjang nya, menaruh nya di pundak.
“Stasiun.”
.
Iki dan teman-teman nya, sudah sampai di tempat tujuan mereka selanjutnya. Yaitu; Stasiun.
Tampak terlihat lebih banyak Zombie yang berkeliaran di sekitar sini, Iki merasa sedikit Was was. Karena Zombie zombie disini tampak berbeda dengan yang ada di tengah kota.
Iki mengangkat tangan kanan nya, “Berpencar, dan hati-hati.” Semua mengangguk kan kepala nya, kemudian berlari kearah yang berbeda-beda.
Iki menghela nafas pelan, ia harus siap dengan kenyataan bahwa ia akan mengalahkan Zombie di hadapan nya yang ada hampir seratus orang, Sendirian.
Iki mengambil sesuatu dari saku celana nya, kemudian mengaktifkan nya.
5 menit dari sekarang.
Iki berlari menjauh setelah benda, yang diketahui bernama Bom tersebut di hidupkan dan telah di lempar kearah lautan Zombie tersebut.
Bersembunyi dibalik gedung besar, menutup telinga dari ledakan besar yang menyebabkan sebagian stasiun hancur, karena ulah nya.
Jujur, ia melakukan ini semua terpaksa.
Merelakan nyawa nya, demi nyawa orang lain. Yang bahkan orang lain tidak perduli dengan nyawa nya.
Mencemooh, dan mengata-ngatai nya sok bijak, sok kuat atau semacam nya. Karena berani membentuk sebuah kelompok, untuk membasmikan Zombie yang sudah menguasai dunia. Termasuk, Kota nya.
Iki memukul-mukul pelipis nya pelan, kepala nya berdengung setelah mendengar suara ledakan tersebut. Pusing jika ditanya apa yang di rasakan nya sekarang.
Jika bukan karena ingin menyelamatkan nyawa orang lain, dan membasmi Zombie sialan ini. Ia pasti akan memilih di gigit oleh mereka, dan membiarkan diri nya di bunuh.
Sekumpulan Zombie yang selamat dari ledakan Bom tersebut, berlari secara acak. Kesana kemari, tetapi arah lari mereka cukup jelas.
Yaitu, berlari kearah Iki.
Kepala nya masih terasa nyeri dan sakit karena dentuman Bom yang barusan ia nyalakan. Tapi, dengan terpaksa. Ia memaksa tubuh nya, untuk mulai memukuli satu persatu tubuh Zombie yang sedang mengincar nya.
Yang mencoba menggigitnya, yang mencoba mengubahnya menjadi sama seperti mereka.
Namun, sekuat apapun Iki melawan. Tubuh nya, yang sudah oleng. Pasti akan terjatuh juga.
Alasan kenapa ia tidak suka menghidupkan Bom sendirian, apalagi pada saat saat seperti ini. Adalah alasan utama nya, karena dia tidak bisa mendengar dentuman yang Keras atau tubuh nya akan oleng.
Iki sudah rela, jika ia menjadi satu spesies dengan Makhluk menjijikan ini, kata nya.
Karena ia sudah ‘Cukup’ lelah di cemooh oleh orang-orang yang telah ia selamatkan, tapi tidak tahu rasa terimakasih atas pertolongan yang ia berikan.
Tangan Iki tergigit oleh salah satu Zombie yang benar benar berada di dekat nya sekarang, tidak mengetahui apa yabg terjadi. Sehabis tergigit, ia malah dengan brutal memukuli dan menembaki Zombie yang benar benar jumlah nya sangat banyak itu sendirian.
Seperti tiba-tiba Tuhan melarang nya, untuk kembali ke sisi nya, Sekarang.
“FUCK! IKI!” merasa terpanggil, ia menolehkan kepala nya. Teman nya, Theo yang selalu berdua dengan gadis bernama, Rara datang sendiri sambil berlari mengatur nafas nya.
“FUCK! FUCK! FUCK! SORRY!” Iki mengerutkan alis nya, kemudian menampar pipi laki-laki itu. “BICARA! BUKAN BERKATA KASAR!” Ucap nya, dengan berteriak dihadapan laki-laki tersebut.
“RARA, KI! RARA TERBUNUH. KAU TAHU?!” Theo mencengkram bahu Iki, mengguncang nya dengan kuat. Iki kembali menampar wajah laki-laki itu.
“KENAPA? KENAPA TIDAK KAMU JAGA?” Suara nya terdengar keras, namun sangat angkuh dan dingin. “KAMU MENCINTAI NYA, ‘BUKAN?! KENAPA TIDAK KAMU JAGA? KAMU BIARKAN DIA TERBUNUH? BOHONG! PERKATAAN MU SEMUA NYA BOHONG KAN???”
Iki, kembali menampar wajah laki-laki itu. Mata nya memerah, menahan tangis. “Fuck, I am sorry. GUE JUGA GAMAU, KI! INI SEMUA KARENA VIRUS MENYEBALKAN INI! KELUARGA MU, JUGA ADA YANG TEWAS Kㅡ” Belum selesai Theo dengan kalimat nya, wajah nya di tendang oleh gadis tersebut.
“JANGAN BAWA-BAWA KELUARGA, SEMUA KELUARGA KITA TEWAS! HANYA KELUARGA MU YANG UTUH! BERHENTI MEMBANGGA KAN DIRIMU!” Gadis itu kembali menendang wajah kotor dipenuhi darah laki-laki itu.
“BERHENTI ANGKUH! KARENA KEANGKUHAN MU, RARA TERBUNUH. KAU TAHU?!” Iki memutar tubuh nya, melirik tajam. “Selesaikan tugas mu disana. Atau keluarga mu akan ku bunuh.”
Iki berlari, mulai memasuki area reruntuhan Stasiun yang masih berapi-api karena ulah nya tadi.
Iki merobek sedikit ujung baju nya, mengikat tangan nya yang terluka karena gigitan tadi.
Menghela nafas berat.
Ada lagi. Gumam nya pelan, sambil menatap Zombie zombie yang tengah berjalan kearah nya.
Iki berdiri, memasang senyum angkuh. Senapan nya, ia arahkan pada Zombie Zombie dihadapan nya. Yang kini tengah berjalan acak kearah nya.
Tanpa perlu membidik, dengan gesit menarik Pelatuk Senapan nya. Peluru nya, mengenai target. Meski dalam relung hati nya tidak yakin, kalau ia akan mengenai target, tanpa membidik seperti ini.
Namun seperti sudah menjadi makanan sehari-hari, bidikan nya tepat mengenai sasaran. Yaitu; Jantung atau Kepala sang Target.
Jam Kota tiba-tiba berdenting, saat Iki tengah asik membidik Zombie Zombie yang ada di hadapan nya. Itu arti nya, sekarang waktu telah menunjukkan pukul 18.00 atau jam 6 Sore.
Dari sekarang, Zombie tidak ada yang berkeliaran. Dan itu membuat Iki sedikit jengkel.
Kenapa Zombie hanya muncul pada saat siang hari? kenapa tidak malam juga? atau muncul seharian. Hidup nya seperti sudah di dedikasi kan untuk mengalahkan Zombie, dan membangun kota Jakarta seperti dahulu kala, lagi.
“Iki! Ayo kembali.” Ia mengangguk, memijit pelipis nya pelan. Badan nya sudah sangat bau amis, bau anyir, bau darah, dan sebagai nya.
Begitu juga dengan bau teman-teman nya, mereka sudah sangat bau badan. Seperti biasa, mungkin untuk kekamar mandi. Mereka harus berebut.
“Hari ini hompimpa?” Kevinㅡ Si badut yang memiliki skill hebat, angkat bicara saat semua nya kini tengah berjalan pulang.
“Ya boleh, kalau udah hompimpa jangan berebut kamar mandi. Sih.” Semua mengangguk setuju, Kecuali Iki. Hanya terdiam semenjak tadi, menatap tangan nya yang terperban.
“Ki, kenapa?” Tanya Leon, Iki mengangkat kepala nya. Kemudian menunjukkan tangan nya yang terperban.
“Why haven't I changed?” Tanya Iki, dengan nada bingung, Leon segera berhenti berjalan. “Apa maksud mu?!” Ia memegang tangan gadis itu.
“Aku tergigit?”
“You're just kidding, right?” Leon menatap nanar Iki, yang tengah menatap nya dengan tatapan Bingung.
“No. I'm Seriously, Aku tergigit.” Jawab nya, ia membuka perban dari baju nya tersebut. Dan menunjukkan tangan nya yang mulus tanpa ada gigitan.
“Bohong. Tangan mu, tidak ada luka gigit sedikit, ’Pun.” Iki menggeleng, ia menatap tidak percaya tangan nya yang mulus.
“No! I do not lie! Tadi aku tergigit, Theo juga melihat nya. Iyakan?!!” Iki menarik bahu Theo yang berjalan dihadapan nya, Theo yang ditarik pun menatap bingung Iki.
“Aku tadi di gigit, 'Bukan?” Tanya Iki, dengan nada sedikit ciut di hadapan Theo. Sedikit merasa bersalah karena menampar laki-laki itu berulang kali, kemudian menendang wajah nya.
“Ya? Kamu tadi tergigit saat aku menghampiri mu, lalu kenapa?” Tanya Theo, berusaha bertanya dengan nada santai.
“Luka nya.... Hilang.” Theo segera menarik Tangan Iki, dan melihat tangan putih gadis itu Lamat Lamat.
“What the hellㅡ”
“Lihat! aku tidak bohong, 'kan?!” Iki menarik tangan nya, berteriak di hadapan Leon. Leon hanya menatap bingung, kemudian mengiyakan perkataan gadis itu.
“Kenapa ribut-ribut, sih? hompimpa cepetan.” Ucap Kevinㅡ melonggarkan suasana.
.
Iki, bersama Leon dan Theo memasukki ruangan bawah tanah yang banyak berisi cairan cairan Kimia. Mereka bertiga berempat jika ada Rara , sedang mencari cara untuk membuat vaksin dari virus ini.
Iki duduk diatas meja, sedangkan Leon dan Theo duduk di kursi.
“Jadi, kamu betulan di gigit?” Leon membuka topik pembicaraan mereka, Iki mengangguk.
“Aku sudah bilang....”
“Baiklah, lalu bagaimana jika kita mengambil sedikit darah mu. Kemudian mencoba mengetes dengan salah satu Zombie?” Ucap Leon, dengan santai. Iki terdiam.
“Sedikit?” Ulangi Iki, Leon mengangguk sebagai jawaban.
“Percobaan, nanti jika berhasil. Kita akan memproduksi darah mu lebih banyak, tanpa harus mengambil nya dari tubuh mu.” Jelas Leon, lagi.
Iki mengangguk sebagai jawaban, “Agak takut. Tapi, baiklah?”
Leon berdiri, mengambil suntikan yang masih terbungkus rapi. Mulai menusukkan jarum ke tangan gadis tersebut.
Iki mendesis pelan, kemudian menutupi tangan nya dengan kapas yang dibasahi dengan alkohol.
“I hope this helps.” Iki turun dari meja, kemudian berjalan menaiki tangga. Menuju lantai atas.
.
Pukul 06.27 Iki sudah berjalan jalan di pinggiran kota, membawa senapan dan kayu balok nya. Menghirup udara yang tidak segar sama sekali ini.
Di belakang nya, berjalan Leon yang tengah sibuk mengisap rokok nya. Jika kalian tanya, dari mana mereka mendapat rokok. Jawaban nya adalah mencuri di Supermarket, atau Minimarket yang sudah tidak berpenghuni.
“Kamu bawa darah nya?” Tanya Iki, mengambil rokok yang di pegang Leon. Kemudian mengisap nya.
Leon mengangguk, “Ya. Nanti kita coba,” Jawab nya kemudian menghela nafas ringan.
Iki menghembuskan nafas nya, mengeluarkan asap yang mengepul di udara. Pikiran nya terpusat kan pada darah nya saat ini.
Ia sangat berharap kalau darah nya, benar-benar bisa membuat orang kebal terhadap virus yang tengah marak selama 2 tahun terakhir ini.
“Sudah muncul,” Iki melepar asal puting rokok. Kemudian berlari menarik tangan Leon yang tengah sibuk memotret kehancuran kota kelahiran nya. Aneh.
“Leon, suntikan nya.” Leon segera mengeluarkan suntikan yang dipenuhi darah Iki, Iki membuka suntikan itu. Dan menyentil pelan suntikan tersebut.
Iki menusukkan suntikan tersebut dengan pelan, di area tangan Zombie tersebut. Setelah selesai, ia mencabut suntikan tersebut. Dan berlari sambil menarik Leon, bersembunyi dibalik bangunan.
Mereka mengintip Zombie yang baru saja Iki suntikkan darah nya, sesaat kemudian ; Zombie itu kembali normal.
Iki bersorak pelan, kemudian tersenyum manis ke arah Leon. Bersyukur, karena darah nya berguna ; Apalagi untuk menyelamatkan sekitar nya.
Tidak perduli lagi dengan cemooh, dan hinaan hinaan yang ia dapatkan. Sekarang ia semakin bersemangat untuk memberikan darah nya, kepada orang orang yang telah berubah.
Mengubah nasib semua orang, mengubah semua nya seperti di masa lalu. 5 tahun yang lalu.
ㅡ Fin