saraga’s

Contains warning ; Haitani Ran x Mitsuya Takashi , bxb , homo , gay , boy love , suidice , major character dead , strict parent , slight Rankazu , Kokonui , Rinzu , Maisenju , bahasa kasar , tulisan tak beraturan , all chara is legal age.

Read own your risk.


Hidup mapan, mewah, tak membuat hidup nya bahagia. Hanya kehampaan yang di alami oleh nya. Tak sedikitpun ia merasakan titik-titik bahagia dalam hidup nya.

Hanya kehampaan.

Hidup nya yang terkekang bak burung dalam sangkar, membuat nya sangat muak, kesal dan ingin mengakhiri semua nya.

Saat ia sedang berdiri di tepian gedung, berencana untuk menjatuhkan diri nya dari gedung dengan 15 lantai tersebut. Ia menemukan satu kejelasan, untuk kembali tetap menjalani hidup.

Ia bertemu dengan laki-laki bersurai lilac, yang tiba-tiba membuat nya tak jadi menjatuhkan diri kebawah sana.

“Kamu sedang apa?” ia bertanya dengan suara lembut dan menghanyutkan nya, membuat Ran menoleh ke arah belakang nya. Ia menatap Ran dengan tatapan khawatir.

“K-kamu sedang apa?” Tanya nya, sekali lagi. Namun kini mungkin sedikit lebih gugup. “Jangan berdiri disana, nanti jatuh?” ia kembali mengoceh.

Ran hanya diam mendengarkan suara lembut dan menghanyutkan nya, tak menjawab sedikit-pun perkataan sang surai lilac.

“Kamu dengarkan?” Ia bertanya lagi, kali ini dengan harapan bahwa Ran menjawab pertanyaan yang ia lontarkan. Ran hanya memasang senyum tipis, kemudian mengangguk.

Dia lucu. Begitulah pikir Ran.

“Kamu sedang apa?” Pertanyaan yang ia lontarkan pertama kali tadi, kembali ia keluarkan. Seperti nya, rasa penasaran nya belum hilang.

“Kenapa?” Ran angkat bicara, menatap mata nya. Ia hanya menanggapi dengan mengerutkan sebelah alis nya, “Kenapa kamu ingin tahu aku sedang apa?” Ran memperjelas perkataan nya.

Ia mendengus, “Ya karena aku khawatir. Kamu sedang apa di atas sana? berniat bunuh diri? kamu tidak sayang nyawa mu, ya?” Ia menunjuk tepian gedung sambil memasang ekspresi marah.

Ran hanya tersenyum melihat laki-laki di hadapan nya ini memarahi nya. tunggu Ran, Apa ini bisa di sebut memarahi?

“Kamu harus nya sudah tahu jawaban nya, 'kan?” Ran menatap kearahnya dengan tatapan serius, sang lawan hanya termenung lalu menggeleng.

“Aku mana tahu? kita saja baru bertemu malam ini! kamu pikir aku cenayang?” Ran terkekeh pelan, ia menggelengkan kepala nya. “Tidak, tidak. Bukan seperti itu maksud ku, kamu harus nya tahu kan bahwa orang yang ingin bunuh diri itu berarti dia sudah tidak sayang dengan nyawa nya, kenapa kamu bertanya seperti itu lagi?”

Ia termenung tangan nya mengepal erat. Ia juga menggigit bibir bawah nya, menatap lantai yang ia pijak.

“Kamu kenapa?” Ia angkat bicara, Ran mengerutkan alis nya. Ia tak mengerti.

“Kamu kenapa tidak sayang nyawa mu lagi? Kamu harus nya bersyukur sudah dilahirkan kedunia ini, semua masalah hidup bisa di selesaikan pelan-pelan. Bukan kabur dan tak bertanggung jawab atas masalah itu, kamu harus menghadapi nya.” Ia semakin mengepalkan tangannya, semakin erat. Mata nya sedikit berkaca-kaca.

Ran turun dari atas tepian rooftop, ia mendekat kearah laki-laki itu. “Siapa nama mu?” tanya nya, laki-laki itu menatap bingung. “Hah?”

“Siapa nama mu?” ulang Ran.

“Mitsuya.. Mitsuya Takashi.” Jawab nya, Ran mengangguk sambil tersenyum. “Salam kenal, Mitsuya. Aku Haitani Ran.” Setelah selesai memperkenalkan diri, ia berlalu dari Mitsuya.

Ia tak menanggapi perkataan panjang Mitsuya barusan, tapi ia sedikit pendapat pencerahan dalam hidup nya. Hanya 'Sedikit'.

Mitsuya membalikkan badan nya, menatap punggung Ran yang berjalan mulai menjauh dari sana.

“Hei! kenapa langsung pergi?!” Ia berteriak keras, Ran mendengar teriakan itu. Ia hanya tersenyum tanpa membalikkan badan nya, Tak berniat membalas teriakan Mitsuya juga.

“Sialan, Haitani Ran.”


Ran membuka pintu rumah nya dengar kasar, ia mendapati adik nya sedang tertidur pulas di atas sofa dengan wajah yang di tutupi kertas putih yang Ran sudah ketahui bahwa itu adalah berkas-berkas perusahaan keluarga nya.

“Kamu pulang, huh?” Suara wanita tua memasuki pendengaran Ran, segera ia menghadap ke asal suara itu.

“Ya.” Ran hanya menjawab dingin, dengan tatapan yang datar. “Baguslah, siapa yang membuat mu tidak jadi bunuh diri? mantan pacar mu itu? siapa nama nya? Kazutora Hanemiya?” Ran semakin menatap wanita dihadapan nya dengan tatapan dingin.

“Sudah ku bilang jangan bawa-bawa Kazutora, sudah 5 tahun berlalu.”

“Ahahaha. Mengingat nya, dia yang selalu kamu banggakan. Yang kamu bilang, selalu memberikan kamu afeksi dan perhatian, ternyata kamu malah diselingkuhi. Pfftㅡ Malang sekali, anak sulung ku ini.” Wanita ituㅡ Ibu Ran terkekeh pelan, menertawakan nasib sang anak sulung.

”Jangan dibahas.” Ran berlalu dari sana, ia mulai menaiki tangga rumah nya menuju kekamar.

“Kalau bukan dia, siapa?” Sang ibu kembali membuat topik, sangat ingin tahu apa yang membuat sang anak tidak jadi membunuh diri nya sendiri. Ran berhenti di tengah-tengah tangga. Menahan amarah nya dengan cara melampiaskan nya ke pegangan tangga.

“Orang yang memiliki hati, tidak seperti kalian.” Jawab nya, setelah itu ia kembali menaiki tangga hingga memasuki kamar nya.

Sang ibu hanya mendesis pelan.

“Dia harta keluarga Haitani, kata nya. Tapi tidak pernah dibiarkan bebas.” Suara bariton lain, memasuki pendengaran sang Ibu. Ia menatap sang bungsu yang berdiri dihadapan nya sambil menatap datar.

“Kamu diamlah, Rindou.”

“Tidak, aku adik nya. Dan dia benar, aku berhak mendukung pihak yang benar.” Sang ibu memutar bola matanya malas, kemudian berlalu dari Rindou.

“Teruslah mendukung kakak mu yang sangat ingin bebas dari aturan keluarga Haitani sampai kamu mendapat titik terang bahwa mendukung nya bukan hal yang benar, dia salah disini.” Ucap nya, sambil melambaikan tangan kearah Rindou.

“Orang tua sialan.”


Satu minggu setelah ia mencoba melakukan bunuh diri, Ran mulai kembali teringat dengan Mitsuya. Ia baru tahu, kalau Mitsuya adalah desainer yang lumayan terkenal.

Dengan alasan ingin berterimakasih atas kejadian malam itu, Ran mencoba meminta bantuan kepada teman nya yang ternyata mereka semua kenal dengan Mitsuya Takashi.

“Bro? Siapa di geng kita yang ga kenal sama Mitsuya Takashi? Cuman elo!” Ucap laki-laki dengan rambut gondrong yang biasa di sapa Koko itu.

“Lah lo pada kenal dia sejak kapan?” Ran mengerutkan alis nya.

“Bego! Lo tau kan pacar gue si Inupi itu temen deket nya Mitsuya, terus Mikey itu temen kecil nya Mitsuya, terus noh si Baji sama Draken temen nya dari kecil juga. Makanya, ngurung diri terus sih lo!”

“Ya ortu gue strict parent anjing.”

Koko memasang wajah cengengesan, ia tahu bahwa keluarga Haitani sangat melarang anak-anak nya untuk bergaul dengan orang luar, meski mereka bukan orang luar.

“Lo kenal Mitsuya dari mana, Ran?” Draken angkat bicara, ia yang dari tadi hanya sibuk meminum-minuman nya akhirnya mengeluarkan suara.

“Gue ceritain, tapi jangan amuk gue.” Draken hanya mengangguk.

“Ya jadi gini cerita nya..”


Baji menggebrak meja, “Orgil. Sinting, bisa stop buat bunuh diri gak?” Ran menggelengkan kepala nya.

“Ya lo tau kan Ji, keluarga gue tuh ngelarang gue ngelakuin hal yang pengen gue lakuin. Dan gue bisa pacaran sama Kazutora pun itu karena Kazutora anak tunggal kaya raya, The fuck. Keluarga gue matre anjing?” Baji kembali duduk setelah mendengar perkataan Ran, ie memijat pelipis nya pelan.

“Sinting sih, orang tua lo sinting.” Maki Koko, Ran hanya diam. Tak perduli, Koko benar. Orang tua nya sinting.

“Ya menurut gue, Ran. Orang tua lo udah kelewatan batas banget, hal kayak gini malah diwajarin dan terus-terusan dilanjutin. Padahal tindakan mereka itu salah, bahkan mereka sama sekali ga khawatir anak nya bunuh diri. Kayak, lo cuman dijadiin alat (?)” Ran mengangguk, menyetujui perkataan Draken.

“Ya, semua anak Haitani itu cuman alat.” Jawab Ran, ketiga teman nya terdiam. Mereka sudah cukup lama mengenal Ran, dan sudah tahu bagaimana sifat dan sikap keluarga Haitani.

Mereka juga tahu bahwa Ran berulang kali ingin bunuh diri karena ulah keluarga nya, jujur saja mereka ingin membantu, tapi apa yang bisa mereka bantu. Mereka hanya bisa menguatkan Ran dari kekangan keluarga nya.

“Udahlah, kata gue sih lo logout aja.” Baji membuka pembicaraan mereka yang sempat hilang, Koko dan Draken mengerutkan alis nya.

“Konteks logout tuh apa?” Tanya Koko, “Ya keluar dari Haitani lah bego. Masa gitu aja gapaham, paham duit mulu sih lo.” Koko melempar kepala Baji menggunakan kotak rokok yang ada diatas meja.

”Emang salah gue minta kejelasan.”


Setelah mendapat alamat dan nomor telepon milik Mitsuya, saat pulang dari acara 'nongkrong' Ran berniat mendatangi Butik milik Mitsuya.

Ia sekarang berdiri di hadapan butik sederhana, Ran tampak gugup. Tapi, ia mencoba menghela nafas untuk menghilangkan gugup nya.

Ran membuka pintu butik itu, dan mendapati seorang gadis yang ia kenal sedang bersama dengan teman yang ia kenal juga.

“Kak Ran?” Sapa gadis itu, Ran melambaikan tangan nya. “Oh. Halo Senju, Mikey.” balas sapa Ran.

Mitsuya yang dari tadi sibuk berada di tempat jahit, menoleh kearah mereka. Ia mengerutkan alis nya, kemudian memasang wajah terkejut.

“Kamu yang Minggu kemarin kan?” Mitsuya angkat bicara, Senju dan Mikey menoleh kearah Mitsuya. Ran hanya menangguk.

“Minggu kemarin bagaimana?” Tanya Mikey, Mitsuya menggeleng. “Aku bertemu dengan nya di rooftop cafe, Itu saja.” Jawab nya, Mikey hanya mengangguk pelan.

“Yasudah, aku pulang dulu.” Ucap Mikey, Mitsuya mengangguk. “Besok jangan lupa kesini lagi, gaun nya belum selesai diukur!” teriak Mitsuya. Mikey hanya melambaikan tangan sebagai jawaban, Senju juga tapi dengan senyuman yang mengambang di wajah putih nya.

“Kamu kenal Mikey sama Senju?” Mitsuya membuka topik diantara mereka setelah Mikey dan Senju pergi, Ran hanya mengangguk. “Senju calon adik iparku.” jawab Ran.

“Ahh, Adik nya Haruchiyo ya?” Sekali lagi, Ran mengangguk sebagai jawaban nya. “Kamu mau apa kesini?” Tanya Mitsuya, beralih dari tempat duduk nya.

“Berterimakasih.”

“Untuk?”

“Malam itu.”

Mitsuya mengerutkan alis nya, “Kenapa harus berterimakasih?” Tanya nya. Ran menatap bingung Mitsuya, kemudian menggeleng sebagai jawaban.

“Tidak tahu?”

Mitsuya menghela nafas pelan, ia melipat tangan nya di dada. “Aku tidak perlu makasih, kamu tidak jadi bunuh diri saja aku bersyukur. Kamu jangan melakukan hal seperti itu lagi, orang tua mu pasti akan khawatir jika anak nya ditemukan sudah tak bernyawa.” Ran terdiam, kemudian ia menggeleng pelan.

“Tidak,” Mitsuya menatap bingung. “Orang tua ku tidak akan khawatir, ia tak perduli dengan anak-anak nya. Ia hanya perduli pada anaknya yang bagi nya menguntungkan, meski dia bukan harta keluarga itu.” Mitsuya hanya terdiam, ia tak mampu mengeluarkan sepatah kata.

“Ah.. maaf.” Ran hanya menggeleng sambil memasang senyum, “Tak apa.” jawab nya.

“Kamu mau duduk dulu?” Tawar Mitsuya, Ran menggeleng. “Tidak, aku hanya ingin berterima kasih bukan bertamu. Terimakasih tawaran nya, aku permisi ya. Takashi.” Memang terdengar seperti sok akrab, tapi Mitsuya menerima panggilan itu.

“Hati-hati.”


Kali ini, Ran kembali berdiri diatas rooftop cafe yang ia datangi satu bulan lalu. Ia kembali ingin menghilangkan nyawa nya karena ulah keluarga nya.

Saat ingin menjatuhkan diri nya ke bawah ia kembali teringat dengan perkataan Mitsuya, tapi tak ia gubris. Orang tua nya tetap tak perduli.

Ia memang harta keluarga Haitani, di sebut harta karena ia adalah seseorang yang cerdas, sejak kecil selalu di ajarkan untuk menjadi yang pertama, bahkan saking keras nya ajaran yang diberikan ia pernah di cambuk karena tak mengerti apa yang di jelaskan oleh sang ayah.

Ran kecil hanya bisa menerima semua itu dengan menangis, ia sebenarnya sangat rapuh dan tak berkekuatan. Ia tak mampu melawan semua nya, hanya diam merasakan.

Tapi, cahaya selalu datang pada nya sesudah ia di hajar habis-habisan karena orang tua nya. Rindou selalu mendatangi nya dan memeluk Ran sambil menangis, selalu berkata bahwa ia akan melindungi sang kakak dari orang tua sialan itu.

Ran hanya bisa membalas pelukan Rindoh dengan berkata, “Tidak tidak, kamu harus menuruti apa kata mereka. Jangan melawan, ya.” Rindou menggeleng keras, ia masih tetap menangis di dekapan sang Kakak.

Kakak nya hanya bisa menenangkan nya, sambil mengelus-elus rambut Rindou.

Ran sedikit tersenyum, mengingat kenangan masa kecil membuat nya sedikit terhibur. Ia menatap jalanan yang ada di bawah nya, ia kembali teringat dengan Mitsuya yang menasehati nya untuk tidak bunuh diri.

Tapi, Ran itu sudah tidak sayang nyawa nya. Ia Hanya ingin terlepas dari kekangan keluarga Haitani.

Ran terduduk di atas pinggiran gedung, ia tak bisa membuat tragedi karena ia sudah berjanji pada Rindou untuk datang di acara pernikahan nya nanti dengan Sanzu.

“Sialan.” Ran melompat turun dari pinggiran gedung, Berjalan sambil memikirkan dan mengingat-ingat betapa keras nya keluarga Haitani mendidik anak-anak mereka.

Ran berpikir, sampai kapan ia harus menunda-nunda kematian nya. Tak ada guna nya hidup, kalau masih dalam kekangan orang tua. Masih dalam siksaan, membuat hidup nya terpuruk.

Ran memang berbeda dengan Rindou, Rindou masih diperlakukan sewajar nya. Jika Ran, tidak. Sebut saja pilih kasih, tapi kenyataan nya memang begitu.

Ran berjalan keluar dari cafe itu sambil memasang masker dan topi, ia sekarang tak berniat pulang kerumah nya.

Kembali kerumahnya hanya akan membuat emosi nya memuncak, dan ingin membuang nyawa nya saat itu juga.

Di tengah-tengah kerumunan orang yang menyebrangi jalan, ia melihat Mitsuya bersama dua orang gadis dengan surai yang sama seperti Mitsuya.

Sempat berpikir bahwa itu adalah kekasih Mitsuya, tapi tampang Mitsuya tak menunjukkan kalau dia buaya.

Yang buaya mulut nya aja, Kok. 👍

Ran mendatangi Mitsuya yang tengah berjalan bersama dua gadis itu, ia menepuk pundak Mitsuya. Yang di tepuk menoleh kearah belakang, “Ran?”

Ran ber-oh ria dalam diam, padahal ia memakai topi dan masker. Tapi Mitsuya masih mengenali nya, Ran mengangguk sebagai jawaban panggilan Mitsuya.

“Lagi jalan, ya?” Basa basi, yang sangat basi sebenarnya. Tapi mau bagaimana lagi, ini adalah satu cara untuk membuka topik.

Mitsuya mengangguk sebagai jawaban, “Oh kenalin. Ini Luna, dia Mana. Dua-duanya adik aku(?)” Jelas Mitsuya, Ran mengangguk.

Ia mengusak pucuk kepala Luna, Mana. “Haitani Ran.” Ucap nya, sambil tersenyum. Meski senyuman nya di tutupi oleh masker.

“Habis dari mana?” Tanya Mitsuya, Ran menoleh kearah laki-laki itu. “Gedung.” Jawab Ran, singkat, padat, dan jelas.

Mitsuya menghela nafas panjang, “Mau bunuh diri lagi?” Tanya nya, Ran hanya mengangguk sebagai jawaban. “Kalau tidak kuat kabur saja. Bukan menghilangkan nyawa.” Lagi dan lagi, ia di nasehati oleh Mitsuya.

Ran hanya berdiam diri, tak menjawab kalimat yang di lontarkan oleh Mitsuya. ia berpikie sekuat apapun dia kabur, dia pasti akan kembali lagi kedalam sangkar itu, karena itu dia lebih memilih untuk menghilangkan nyawa nya saja.

“Halo? kenapa diem?” Mitsuya melambai-lambai kan tangan nya di hadapan Ran, Ran tersadar dari lamunan nya, kemudian menggeleng pelan. “Oh, enggak. Kalian lanjut aja,” Ucap nya, sedikit linglung.

“Enggak mau bareng? kebetulan mau nyari makan.” Ran tertegun, ia teringat kalau ia tak makan dari tadi pagi. Perut nya memang sudah perih sedari tadi.

“Boleh?” Mitsuya mengangguk sebagai jawaban nya, “Boleh. Why not?”


Mereka sudah selesai makan, dan sekarang sedang berjalan pulang. Ran tak berniat pulang, jujur saja.

“Pulang?” Tanya Mitsuya, Ran menoleh kearah sang surai lilac. “Bohong, gapapa 'kan?” batin nya.

Ran mengangguk atas pertanyaan Mitsuya, ”Oh yaudah. Hati-hati, Ran.” Mitsuya melambaikan tangan nye ke arah Ran, mulai masuk ke dalam kereta sambil tersenyum ke arah nya.

Ran hanya membalas lambaian itu kala Mitsuya sudah masuk ke dalam Kereta, Ia berbalik badan lalu kembali memasang masker dan topi nya.

Ran mengeluarkan ponsel pintar nya, mencari nama “Koko” di kontak panggilan. Setelah menemukan nya, ia segera menelepon kawan sejawat nya itu.

“Oitt, kenapa Ran?”

“Rumah lo ada siapa aja?”

“Gada, mau nginep sini?”

“Yoo, males pulang.”

“Yaudah kesini ae, atau perlu gue jemput?”

“Thanks, gue jalan kaki aja.”

“Gila, semangat. Yaudah hati-hati bro.”

Setelah Koko berkata seperti itu, Ran mematikan ponsel nya. Lagi dan lagi, ia harus bermalam di rumah kawan nya itu.

Ada banyak alasan untuk ia tak pulang ke rumah nya, salah satu nya ; bosan mendengar hinaan sang ibu untuk nya.

Ibu nya selalu mengungkit-ungkit masa lalu, dan masalah hubungan yang pernah ia jalin dengan Hanemiya Kazutora.


Ran sudah sampai di rumah Koko, ia sekarang tengah berbaring di kamar yang selalu ia pakai saat menginap di rumah kawan sejawat nya itu.

Ia menatap langit-langit kamar itu, memikirkan apa yang harus ia lakukan. Satu minggu lagi adik nya akan menikah, tapi saat ini ia malah sibuk menjadi gembel.

Berjalan kesana-kemari seperti tak punya tujuan dan tak punya rumah, padahal ia hidup di rumah yang megah dan mewah.

Meski itu mengekang hidup nya.

Ran menghela nafas panjang, ia mendudukkan diri nya dan memijat pelipisnya.

Kini ia telah memantapkan hati nya.

Ran segera keluar dari kamar tamu milik keluarga Kokonoi, ia langsung masuk ke kamar sang kawan. Tak perduli semisal sang kawan sudah tidur atau belum, yang jelas ia hanya ingin berkata kalau ia akan pulang.

Bersyukurlah Ran, karena Koko terlelap diatas kasur nya. Ia masih sibuk dengan laptop dan berkas-berkas yang berhamburan di atas meja kerja nya.

“Kenapa Ran?” Koko menatap Ran yang tiba-tiba masuk ke kamar nya, “Gue balik.” Koko mengerutkan alis nya, tak paham.

“Hah?”

“Gue bilang, gue balik.”

“Okay, bawa mobil gue satu. Gue gamau lo jalan lagi.” Koko mengambil satu kunci mobil di laci meja nya, memberikan kepada Ran.

Ran menerima kunci itu, “Besok gue balikin.” Ia keluar dari kamar Koko. Koko hanya berdiam diri, ia tak paham dengan kawan sejawat nya itu.


Ini adalah hari dimana semua orang tunggu-tunggu, kecuali Ran.

Ia memang memasang senyum, tapi itu hanya senyum paksa.

Hari ini adalah hari pernikahan sang adik, ia memang turut senang atas pernikahan adik nya. Tapi juga bimbang di saat yang bersamaan, meski minggu lalu ia sudah memantapkan diri.

Tapi ia kembali meyakinkan diri nya, bahwa memang itu jalan yang paling baik ; harus ia tempuh, karena sudah lelah dengan kehidupan nya yang penuh dengan siksaan batin, maupun fisik.

Ran hanya berdiri dari jarak jauh, menatap pernikahan sang adik yang sangat megah dan meriah. Tak berniat mendekat kesana, karena ia sangat problematik di keluarga nya.

Ran melihat beberapa teman nya sedang berjalan ke arah nya berdiri ; sambil melambai-lambaikan tangannya.

“Yo bro, kenapa disini aja?” Baji membuka topik di antara mereka, Ran menggeleng sambil menaruh gelas yang tadi ia pegang.

“Males aja.” sahut nya, Baji hanya mengangguk ; mengerti apa yang di maksud dengan 'malas' nya Ran.

“Oh ji, gue minta tolong, boleh?” Ran membuka kembali topik pembicaraan mereka yang sempat hening. Baji menatap Ran kemudian mengangguk.

Ran mengambil sesuatu dari dalam saku jasnya, ia mengeluarkan surat dan memberikan nya kepada Baji. “Titip, kasihin Mitsuya ya.” Baji mengerutkan alis nya ; tak paham.

“Kenapa ga kasihin sendiri aja?” Ran menggeleng, “Titip aja. Thanks ji.” Ran berjalan menjauh dari sekumpulan teman-teman nya.

Semua menatap satu sama lain ; bingung atas sifat Ran, tapi tak mereka gubris. Mungkin ia sedang lelah begitulah pikir mereka.

Ran berjalan pergi menjauh dari acara pernikahan sang adik, bahkan meninggalkan gedung nya. Adik nya sudah bahagia, mungkin ini saat nya ia pergi? mungkin.

I said once again, mungkin.

Ran terduduk diatas bangku taman sambil memijat pelipis nya, masih ada sedikit keraguan dalam diri nya. Tapi, tak ia gubris. Keputusan nya sudah bulat, tak perdulk lagi dengan keraguan nya.

Keraguan hanya penganggu.


2 hari setelah nya, Ran tak kembali kerumah nya. Rindou khawatir dengan keadaan sang kakak, dan mencoba mencari dimana keberadaan nya.

Namun, semua nya nihil. Ia tak menemukan dimana sang kakak berada, tak menemukan titik titik jejak keberadaan sang Kakak. Sampai Kokonoi menelpon nya, memberikan kabar buruk, mengenaskan, dan lain sebagai nya.

“Kakak lo udah gada.”

“he killed himself.”

“Your brother's body, I found it in the river. Tell your family, even though your family. I don't care about him anymore, but he must be buried.”

Tanpa sepatah kata, Rindou langsung pergi. Tak perduli ketika Sanzu berteriak-teriak memanggil nama nya. Yang sekarang ia pikirkan, adalah sang kakak.


Rindou menatap mayat yang memucat di hadapan nya, wajah yang sangat mirip dengan sang empu. Air mata nya tak bisa keluar, sudah terlalu tersakiti.

“Memang orang tua sialan, brengsek, bajingan!” Rindou mengumpat, mengatai sang orang tua, tak perduli lagi jika ia akan di cap sebagai anak durhaka. Ia tak perduli, kakak nya adalah salah satu sebagian hal yang terpenting dalam hidup nya.

Kakak nya selalu mendukung nya, meski ia tak sedang kesakitan.

“Koko, tolong bantu pemakaman kakak gue. Gue yakin dua tua bangka itu ga akan perduli, kasih tau orang terdekat aja, ya?” Rindou menatap Koko dengan serius, sang lawan hanya mengangguk.

“I see. gue siapin dulu.”

“Thanks.”

“Yoo.”


Mitsuya menatap gundukan tanah dengan nama ‘Haitani Ran’ di hadapan nya dengan wajah yang tak bisa di artikan, mata nya yang biasa nya selalu ada secercah cahaya, kini tak ada.

Perasaan bingung mengelabui Mitsuya, ia sangat marah, kesal, sedih. Padahal Ran hanyalah seorang yang baru saja ia kenal selama hampir 3 bulan (?)

Tapi, ia sudah sangat marah akan hal ini.

Mitsuya tak mengerti perasaan nya, Mitsuya juga tak mengerti perasaan Ran. Saat Mitsuya terjatuh dalam pikiran nya, Koko menepuk pelan bahu sang surai lilac.

Mitsuya menoleh kearah Koko, dan laki-laki dengan rambut seperti jambul ayam (?) itu memberikan amplop yang sudah basah.

“Gue nemuin ini di cashing handphone Ran, maybe buat lo.” Mitsuya mengambil amplop surat basah itu, kemudiam mengangguk. “Thanks.”

“No Problem, gue pulang duluan. Jangan kelamaan disini, mau hujan.” Mitsuya hanya mengangguk.

Kemudian ia berjongkok di samping makam Ran, membuka amplop basah tersebut.

kemudian setelah selesai dengan bacaan nya, Mitsuya rasa nya ingin menendang-nendang makam milik sang penulis surat.

“Sialan.”

“Ran Haitani sialan.”

– Fin


Semua trauma, kepedihan, kesedihan, itu karena ulah orang yang di sayangi. Mereka mencoba peduli, tapi orang itu tak pernah menatap afeksi mereka, dan hanya menatap afeksi nya; saat di butuhkan. Begitulah yang di rasakan Ran Haitani, tokoh utama di cerita ini.


Contains warning : nsfw | 21+ | OOC | all chara are legal | homo | boy loves | profanities | kissing | expletives | alcohol consumption | mention of narkoba | drugs | bahasa tak beraturan | gambling (?) | and read own your risk.


Haruchiyo menatap bosan ketiga orang di hadapan nya yang tengah bermain judi, sang adik sesekali berteriak kegirangan kala ia menang dari kedua orang lawan nya. Haruchiyo hanya menonton sambil meninum wine yang di bawa oleh Rindou.

“YEAAYYY!!!!” teriakan menggelegar Senju terdengar di seluruh tempat, ia memenangkan judi. “KAK RIN TRANSFER 35M NYA KE AKU, REKENING KU MASIH SAMA KOK, HEHEHE.” Haruchiyo menutup kuping nya, suara adik nya terlalu mengganggu.

Rindou hanya menghela nafas berat, memasang wajah kecewa. “Iya iya.” ia mengeluarkan ponsel pintar nya, dan kemudian melemparkannya keatas meja. “Cek, udah masuk belum?” tanya Rindou, Senju mengangguk. “Udah!”

“Ini gue doang yang ditagih?” Senju menggeleng, “Chifuyu juga dong!” ia menunjuk Chifuyu yang meminum wine tapi dengan hidung nya yang ia tutup.

“Aneh.” Haruchiyo berkomentar saat melihat Chifuyu meminum alkohol dengan hidung tertutup, “Aneh apanya? AKU LOH GABISA MINUM, TAPI DIAJAKIN.” jawab Chifuyu.

“YA KATA NYA MAU NYOBA TADI???” Senju menjawab pernyataan Chifuyu, “Yaa... ternyata bau.” Senju memutar bola mata nya malas, tapi ia paham. Ia juga saat pertama kali mencoba, tampak ke bau-an.

“Yaudah, sini bayar taruhan.” Senju mengulurkan tangan nya di depan Chifuyu, Chifuyu memasang wajah cengengesan. “Peyoung yakisoba setengah kan nju?” tanya nya. Senju hanya mengangguk, “Iya.”

“Yaudah beli dulu, gue yang bayarin.” Chifuyu berdiri dari duduk nya, Senju mengangguk. “Bentar gue pake celana dulu, sama sekalian ambil jaket. Yakali gue pake mini dress begini ke minimarket, dikata mau ngelonte kali gue.”

“Kan lu emang lonte?” Sahut Haruchiyo, Senju memicingkan mata nya, “Lu kali yang lonte!”


Senju dan Chifuyu sudah pergi ke minimarket, hanya ada mereka berdua sekarang, di temani hening dan 4 botol wine yang sudah tandas dan masih ada 3 botol yang terisi penuh.

“Kenapa diem aja?” Rindou memecahkan keheningan diantara mereka berdua, Haruchiyo hanya melirik sambil menikmati minuman nya.

“Ya, gapapa sih.” Sahut nya.

Rindou hanya mengangguk, tidak ingin membahas terlalu jauh.

Hampir satu jam setengah Senju dan Chifuyu tak kunjung kembali, Haruchiyo juga sudah mulai terpengaruhi oleh wine yang memang kandungan alkohol nya sangat tinggi. Meski ia sudah sering memakai narkoba, tapi tetap saja. wine kandungan alkohol nya sangat tinggi.

Rindou masih setia pada alkohol nya, tak sedikit pun dari wajah nya menampilkan bahwa ia sudah mulai terpengaruhi alkohol.

Rindou melirik sang kekasih yang wajah nya sudah lumayan memerah, pandangan nya kembali ia lurus kan menatap ruang tengah keluarga Akashi tersebut.

Rindou mengambil sebatang rokok, menghidupkannya dan menghisap rokok itu pelan. Jam sudah menunjukkan pukul 11.38 dan adik dari kekasih nya belum kunjung kemari.

“Rin..” Haruchiyo memegang bahu Rindou, Rindou menoleh kearah laki-laki dengan surai putih panjang tersebut. “Kenapa?” tanya nya.

“Senju.. udah pulang?” Haruchiyo bertanya sambil memijat pelipis nya, “Belum.” Jawab Rindou sambil menarik Haruchiyo kedalam pelukannya.

“Kok belum pulang?” Haruchiyo mengambil posisi nyaman di pelukan Rindou, “Ya gatau. Nyasar ke hotel dulu kali mereka.” Jawab Rindou, secara gamblang.

Haruchiyo menggeleng, “Engga. Senju bukan lonte beneran.” Rindou terkekeh pelan, “Iya. Emang nya dia kamu?” Haruchiyo seketika melepaskan pelukan nya. Menatap marah kearah Rindou.

“Aku bener kan? kamu lonte nya aku.” Ucap Rindou sambil mematikan rokok nya, Haruchiyo yang tadi nya memang sudah terpengaruh alkohol, namun masih setengah sadar hanya mengangguk.

Telinga Haruchiyo hanya mendengar setengah-setengah ucapan Rindou barusan, karena efek alkohol nya mulai berkerja. Dan Haruchiyo tadi menghabiskan satu botol wine sendirian saat yang lain sedang sibuk bermain judi.

Waktu sudah menunjukkan pukul 00.36 tapi tak ada tanda-tanda Senju dan Chifuyu kembali ke rumah, Haruchiyo sudah benar-benar terpengaruh oleh alkohol dari wine yang ia minum.

Haruchiyo menyenderkan kepala nya di bahu Rindou, memainkan tangan Rindou setengah sadar. Ia cukup khawatir dengan Senju, “Rinnn...” panggil Haruchiyo, dengan nada yang manja.

“Iya, kenapa cantik? Senju? belum.” Jawab Rindou, langsung to the point. Ia tahu, bahwa Haruchiyo khawatir dengan Senju.

Haruchiyo hanya merengutkan wajah nya, tangan Rindou ia pukul-pukul pelan karena kesal sang adik tidak kunjung datang.

Rindou melepaskan tangan nya dari tangan Haruchiyo, menangkup pipi laki-laki cantik itu. “Kamu kenapa sih?” tanya nya, wajah merah Haruchiyo semakin suram.

“Ih, aku kesel kok Senju belum pulang. Dia ngelonte beneran sama Chifuyu atau gimana kali ya!” Jelas nya, membuat Rindou gemas dengan cara bicara Haruchiyo.

“Ssshuutt, ga mungkin. Kamu lupa adek mu tuh pacaran sama Mikey? yang ada mati itu si Chifuyu.” Sahut Rindou, wajah Haruchiyo semakin muram. “Iya iya!”

“Jangan muram terus, kamu ngegoda aku minta cium ya?” Haruchiyo menggeleng, melepaskan tangan Rindou yang tadi ada di pipi nya. “Enggak!” sahut nya, sambil menjauhkan diri.

“Masa sih? kamu tuh pura-pura kena efek alkohol atau beneran kena sih?” Rindou mendekat ke arah Haruchiyo, laki-laki dengan surai panjang itu hanya menggeleng-gelengkan kepala nya.

“Kamu tuh ngomong apasih!”

“Aku? aku ga ngomong apa-apa.” Rindou memegang tangan Haruchiyo, menarik nya hingga terjatuh ke lantai kemudian ia tindih.

“Rin minggir ah! nanti Senju liat!”

“Loh? kan gada Senju?”

“Nanti maksud ku!”

“Yaudah sekarang kan gada,”

“Minggir, kamu tuh berat!” Haruchiyo meronta-ronta, pegangan Rindou yang menahan tangan nya cukup kuat.

“Kamu diem, atau mau ku cium?” Setelah mendengar itu, Haruchiyo terdiam, tak ingin melawan lebih jauh meski ia terpengaruh oleh alkohol.

Rindou hanya tersenyum saat Haruchiyo menuruti keinginan nya, ia mulai menciumi leher Haruchiyo. Memberikan Kissmark di beberapa tempat di sana.

Haruchiyo hanya mendesah pelan, menerima semua ciuman yang diberikan oleh Rindou.

Setelah menciumi leher Haruchiyo, Ciuman nya menaik, menjadi menciumi bibir ranum milik Haruchiyo.

Rindou menggigit pelan bibir Ranum tersebut, bermaksud meminta agar Haruchiyo membuka mulut nya dan membiarkan lidah Rindou mengacak-acak isi mulut nya.

Haruchiyo membuka mulut nya, membiarkan Rindou mengacak-acak isi mulut nya. Tak perduli lagi jika adik nya datang lalu melihat apa yang mereka lakukan, sekarang rasanya ia hanya ingin menikmati kenikmatan yang diberikan Rindou.

Cukup lama bibir mereka bertaut, sampai akhirnya Rindou melepas ciuman mereka. Saliva mereka masih tertaut, Rindou mengusap bibir Haruchiyo menghilangkan jejak-jejak Saliva di bibir ranum itu.

“Tadi aja ngeronta-ronta minta lepasin, sekarang malah keenakan. Aneh kamu tuh, ya Chiyo?” Haruchiyo hanya terdiam, masih mengatur nafas nya yang tak stabil.

Tangan Rindou memegang area bawah Haruchiyo, “Keras banget. Kamu udah sange banget ya? masa ciuman doang udah kayak gini, belum lagi punya ku, ku masukin.” Haruchiyo menggeleng keras. Menandakan bahwa ia mengatakan, ‘Tidak’ atas pernyataan Rindou barusan.

Rindou hanya tersenyum, kemudian kembali menciumi Haruchiyo dengan lebih brutal. Ia juga menggesek-gesekkan kaki nya di sela-sela paha Haruchiyo.

Haruchiyo hanya menerima semua yang dilakukan oleh Rindou dengan cara, mendesah, mendesah, mendesah. Tak ada yang lain.

Tangan Haruchiyo hanya mampu meremas bagian belakang baju milik Rindou, hanya merasakan semua kenikmatan yang diberikan oleh Rindou.

Rindou melepas ciuman mereka, lagi. Ia membuka celana milik Haruchiyo. “Sinting, kontol lo keras banget. Mau gue bantu?” Pernyataan Rindou mendapatkan anggukan dari Haruchiyo, Rindou memasang seringai.

“Mohon-mohon dulu lah, ga seru kalau gue langsung bantu.” Haruchiyo sedikit terkejut, tapi mau bagaimana lagi.

“Rin... bantuin...” Ucap nya, dengan nada yang sangat lirih. “Yang keras dong, sayang.” Ucap Rindou, tak puas.

“Rin.. bantuin aku!” Haruchiyo sedikit berteriak, dengan nafas yang terengah-engah. Rindou memasang senyum senang. “Anything for you, sayang.”

Rindou mulai memainkan tangan nya di penis Haruchiyo, memainkan dengan tempo yang berbeda-beda. Kadang ia memainkan dengan tempo yang pelan, bermaksud menggoda Haruchiyo, kadang ia memainkan dengan tempo yang cepat sambil menatap wajah Haruchiyo yang tampak indah di mata nya.

Haruchiyo hanya bisa menggigit bibir bagian bawah nya, dengan sesekali mendesah. Rin memainkan milik nya tak sesuai ritme yang di inginkan oleh Haruchiyo.

Tapi Haruchiyo hanya pasrah, dari pada ia tak bisa mengeluarkan milik nya; lebih baik seperti ini saja.

Saat hampir pencapaian nya, pintu rumah keluarga Akashi terbuka, menampilkan Senju dan Chifuyu yang membawa masing-masing 2 plastik besar; menatap mereka dengan tatapan terkejut.

Kemudiam mereka berdua berbalik badan, “Harus nya tadi kita lamain belanja nya. Puy.” Ucap Senju, dengan berteriak sengaja.

Kemudian Rin terkekeh pelan, “Harus nya lamain aja, Kakak lo belum keluar nih, ju.” teriak Rindou, yang masih memainkan milik Haruchiyo.

“Oke, gue sama Chifuyu mau balik kesupermarket lagi kalau gitu. JANGAN LUPA PAKE KONDOM.” Rindou hanya menjawab perkataan Senju dengan gumaman.

Ia kemudian menatap Haruchiyo yang terengah-engah dan memasang wajah sedih karena belum sampai di pencapaian nya.

Rindou memasang senyum, kemudian kembali memainkan milik Haruchiyo.

– Fin


just 600+ word , nsfw , 19+ , mentions of drugs , alcohol , kissing , f/m pair Shinichiro x Akane , Mikey x Senju , having sex , tidak cocok untuk minor , Bahasa tak beraturan , pokok nya ini gajelas.


Tengah Malam, Di kerlap kerlip dunia Yang ada di dalam sebuah bar, Senju menatap seorang gadis dengan surai Yang sangat ia kenali.

Gadis itu tengah duduk Di pangkuan laki-laki dengan rambut Yang Di ikat asal sambil memegang secangkir alkohol.

Mata nya hanya tertuju pada gadis itu, ia berjalan mendekat. Meninggalkan Mikey yang tengah berbincang dengan teman nya yang tidak Senju kenali.

Senju seketika membulatkan mata, ketika ia mendapati gadis itu tengah mencium laki-laki yang memangku nya.

Gelas yang di pegang gadis itu, di lepas Oleh laki-laki yang memangku nya. Ciuman mereka semakin dalam dan Tangan laki-laki itu mulai memasuki kemeja Yang Di gunakan gadis itu, Senju Rasa nya ingin berputar balik Dan kembali kepada Mikey.

Tapi, ia tetap melanjutkan jalan nya. Tak lupa, ia tadi sempat memfoto Gadis itu.

Setelah berdiri di hadapan gadis dan laki-laki itu, Mata Senju semakin membulat. Tak percaya dengan apa yang ia lihat.

“The fuck, Akane?! Kak Shinichiro?!” umpatan Senju membuat kedua insan yang tengah beradu lidah itu melepas lumatan mereka.

“Anjing, Senju!” Akane segera bangkit dari pangkuan Shinichiro, kemudian tiba-tiba Mikey datang. “Senju gue kira lo ilang anjin- Lah?!” ia terkejut melihat sang kakak dan juga Akane.

Senju memijit pelipis nya, “Disini ada ruang VVIP ga?” tanya nya kepada Mikey. Mikey mengangguk. “Sewa,” Senju memberikan Black Card nya kepada Mikey.

Mikey hanya menatap dengan tatapam bingung, tapi ia tetap berjalan menjauh.

“Akane Astaghfirullah,” Senju menepuk-nepuk bahu sang kawan, Akane menarik Tangan Senju, membawa nya menjauh.

“Lo ngapain disini anjir?! ketauan kak Omi lo nanti?” bisik Akane, “Ada Chiyo disini anjing. Makanya gue minta ruang VVIP, Kita ngobrol disana.” Akane hanya mengangguk.

Senju segera berbalik, kembali ketempat dimana Akane dan Shinichiro berada. “Kak Shin, ikut dulu yuk? ke ruang VVIP. ngobrol, abis itu terserah kalian berdua mau ngapain.” Shinichiro hanya mengangguk, Mikey yang tak paham hanya menatap bingung.

“Yuk gas Kita keruangan nya.” Senju menarik Tangan Mikey dengan keras, Sengaja.

“Ini ada apaan sih anjing?” bisik Mikey, “Nanti lo dengerin aja anjing.” Sahut Senju, sambil menutup sebelah telinga nya menggunakan Tangan nya.

Ia sejujurnya, tak terlalu suka kebisingan.


Mereka berempat kini terduduk di ruangan VVIP yang terbilang cukup mewah Karena menyediakan kasur, tempat karaoke, Dan beberapa minuman keras seperti cocktail dan wine disana.

Senju menatap Akane seperti singa Yang ingin menerkam mangsa nya, “hey yo bestie. What's up? lanjutin aja.” ucap Senju, Yang membuat ketiga orang Di sana membulatkan mata.

“Di depan lo? ogah anjing!” Jawab Akane, dengan nada yang sama sekali tidak santai.

“Berarti kalau ga Di depan gue mau dong?” Senju memasang senyum kemenangan, ia menatap wajah Akane Yang memerah. Shinichiro hanya terkekeh pelan, sedangkan Mikey hanya diam sambil mengisap sebatang rokok.

“Diem! mending lo sama Mikey aja sana!” Senju memutar bola mata nya malas, ia mengambil paksa rokok yang di pegang oleh Mikey, kemudian mencium bibir laki-laki tersebut.

Akane membulatkan mata, sedangkan Shinichiro hanya menggelengkan kepala nya sambil tersenyum. “Then? mereka udah lakuin, mau lanjut? sweety?”


Mikey dan Senju hanya berakhir dengan ciuman mereka, mereka sama sekali tak berniat melakukan itu. Terlebih lagi, Senju.

Ia hanya berniat mengambil gambar Akane, yang akan ia sebarkan ke grup chat nya.

Suara desahan terus menerus memasuki pendengaran Mikey dan Senju, tak ada yang merasa terganggu dengan suara orang yang sedang membuat keturunan di hadapan mereka.

Mikey hanya diam sambil mengisap sebatang rokok dengan ponsel Di Tangan nya, Dan Senju Yang sibuk memotret teman nya sendiri tetapi dengan mulut Yang Di isi oleh rokok.

“Lumayan.” ucap Senju, sambil mematikan rokok nya. Ponsel nya pun ia taruh Di atas meja Yang ada Di hadapan nya.

“Buat apaan?”

“Dokumentasi.”

“Bego.” Senju hanya terkekeh geli, ia berdiri Dan berjalan kearah pintu keluar. “Mau kemana?” tanya Mikey, “Keluar. Pengap, Sorry.”

Mikey pun juga segera ikut berdiri, mengikuti Senju.


Jam sudah menunjukkan pukul 23.48 dan kedua laki-laki dengan Surai pirang itu tengah berduduk di taman kota yang kini telah sepi.

“Explain now, Manjiro.” suara yang lebih tinggi terdengar di telinga yang lebih pendek, yang lebih pendek menghela nafas panjang.

“Oke, jangan di sela, ya?” setelah mendapat anggukan ia kembali menghela nafas panjang, sedikit gugup untuk menjelaskan.

“Kamu tau kan, aku sama Senju childhood friend? dan kamu juga tahu dia mantan aku, but aku sama dia kemarin (festival) ngejaga dia cuman sama perasaan temen dari kecil, aku udah gada rasa lagi sama Senju. please believe me?” Draken hanya diam.

“Manjiro, I know. I know very well, you still can't forget her, right?” Mendengar itu, Mikey menggeleng kan kepala nya.

“If I can't forget her, why am I dating you?”

“Lo orang nya ga enakan.”

Mikey terdiam, mulut nya tiba-tiba diam tak bisa berkata-kata. Tidak, itu tidak benar.

“Benerkan?” Mikey menundukkan kepala nya dalam, itu semua tak benar.

Ia menerima Ken bukan karena ia tak enak, “Kalau nunduk terus. Aku anggap bener.” Mikey segera mengangkat kepala nya.

“Then?”

Ken mengerutkan alis nya, menatap mata Mikey. “Apa?”

“If that's true, what do you want? and if that's wrong, what do you want?”

“If that's true, we're here. If it's wrong, we fix it all. So, is it wrong or right?”

“Wrong. dia cuman childhood friend berkedok mantan, aku udah gada rasa lagi.”

“Okay? can i believe you?”

“Yeah, I apologize?”

“Harus nya aku????”

“Ga ga! aku yang minta maaf.”

“Oke. can i hug u?”

Mikey memasang eyes smile, “Sure! I miss your body odor!”


Mitsuya menatap gusar layar ponsel nya, bertanya dengan kawan sejawat nya itu tak memberikan solusi.

Ran yang duduk di hadapan Mitsuya hanya memasang senyum kecil, menatap sang mantan yang sedang gusar.

“So, gimana?” Ran menghilangkan keheningan diantara mereka berdua, Mitsuya menatap datar Ran. Mencoba menutupi gusar nya.

“Apa?”

“Semua nya, gue tau. You can't forget me, right?” Pertanyaan Ran membuat Mitsuya bingung.

Ia harus menjawab jujur, atau tidak?

“Kalau kamu ga jawab, berarti bener, 'kan?”

“Ya. So what?” Sudah tak perduli dengan harga diri nya, Mitsuya menjawab jujur pertanyaan Ran.

Ran tersenyum, cukup puas dengan jawaban Mitsuya. “Nah gitu kek, dari tadi. So, how about we start all over again?”

“Hah? maksud nya gimana? ini lo ngajak balikan?” Ran mengangguk, “Yeah. lo mau kita ngulang semua nya dari awal?”

“I will, maybe?” jawab Mitsuya dengan suara yang sangat pelan, namun tetap terdengar oleh Ran.

“Mana ga denger?”

Mitsuya menatap tajam Ran, “I Will. Puas?” ulang Mitsuya, dengan suara yang cukup keras.

Ran tersenyum mendengar itu, “Puas.”


“Apa yang lo liat pas itu?” Ran benar-benar menuruti Mitsuya, untuk tidak basa-basi.

Mitsuya mengerutkan keningnya, “Of course, lo pelukan sama cewek itu?” Jawab nya.

“Oke, then?”

“You took her to the car holding her in your arms?” Ran mengangguk, tanda mengerti.

“You're wrong, i'm not cheating on you.” Jawab Ran, Mitsuya menggeleng. “Kalau enggak, terus itu apa? dia siapa? and-” lagi dan lagi, belum selesai dengan kalimat nya Ran memotong perkataan Mitsuya.

“Dia adik tiri gue, Takashi. Lo bahkan tau kalau ayah gue nikah lagi, dan istri dia punya anak cewek yang sekolah di luar negeri. Dia bahkan pengen ketemu lo, kalau ga percaya silahkan lo tanya Rindou.” Ran menjelaskan dengan nada lembut, Mitsuya hanya diam. Ia menggelengkan kepala nya.

“Don't lie to me, be honest? I'm okay.” Mitsuya adalah orang yang keras kepala, hanya percaya pada pendirian nya.

Ran menghela nafas pelan, Ia mengambil ponsel pintar nya dan menelpon seseorang.

Mitsuya hanya menatap bingung apa yang di lakukan sang mantan, telpon terhubung. Terdengar suara perempuan yang lumayan berat.

“Apa?” suara perempuan itu terdengar seperti bule yang baru saja bisa berbahasa Indonesia.

“Hina, are you busy?” Tanya Ran, kepada gadis yang ada di sebrang telpon sana.

‘Nama nya Hina..’ batin Mitsuya.

“No, it's in the campus cafeteria. Why?” jawab nya, sambil terdengar seperti mengunyah sesuatu.

“Oh, you still want to talk to Takashi?” terdengar suara sendok yang di lempar ke piring dari sebrang sana.

“Of course! I've always wanted it, but only for a moment. Aren't you guys already broken up?” Tanya gadis itu, di sela-sela ke-antusiasan nya.

“Iya, tapi dia lagi ada di hadapan gue sekarang. Mau ngomong?”

“MAU LAH GILA!” teriak Hina, Ran terkekeh pelan. Kemudian memberikan ponsel nya ke arah Mitsuya.

Mitsuya menatap bingung, “Apa?” tanya nya, “Ambil. Tanya sendiri.” jawab Ran.

Mitsuya menghela nafas, ia mengambil ponsel pintar milik Ran, kemudian menempelkan di telinga nya.

“Halo?”

“HALO. This is Taka, right? Ran's not the one who confessed right?!” Tanya nya, dengan sedikit heboh.

“Ya.. ini Taka..” tiba-tiba terdengar gebrakan meja dari sebrang sana.

“AAAAH! Akhirnya, sekalian deh. Dengerin sebentar.”

“Apa?”

“Kak diem dulu, sorry kalau B.Indonesia gue susah di pahami. tapi, gue sama Ran itu stepbrother. Ayah nya Ran, nikah sama my mom. Ran udah ceritain semua nya ke gue, kata nya kalian putus gara-gara lo ngeliat gue sama dia rangkul-rangkulan sama pelukan kan? BEFORE ALL, gue minta maaf banget. Gue kemaren baru aja balik dari London ke Indonesia. Dan gue emang Deket banget sama Haitani Brother, meski gue sama mereka cuman stepsister. So after all, gue cuman bantu Ran buat jelasin semua nya. Sekalian gue juga pengen Deket sama lo sih, hehe. Tapi, kayak nya ga mungkin. Kalian udah putus. AND SORRY AGAIN, gara-gara gue lo berdua putus. Eh, but I hope you both get back, I want to have a brother-in-law like you. haha.” Hina menjelaskan semua nya dengan heboh dan membuat Mitsuya merasa bingung.

Ia harus tetap pada pendirian nya, atau tidak?


“Apa yang lo liat pas itu?” Ran benar-benar menuruti Mitsuya, untuk tidak basa-basi.

Mitsuya mengerutkan keningnya, “Of course, lo pelukan sama cewek itu?” Jawab nya.

“Oke, then?”

“You took her to the car holding her in your arms?” Ran mengangguk, tanda mengerti.

“You're wrong, i'm not cheating on you.” Jawab Ran, Mitsuya menggeleng. “Kalau enggak, terus itu apa? dia siapa? and-” lagi dan lagi, belum selesai dengan kalimat nya Ran memotong perkataan Mitsuya.

“Dia adik tiri gue, Takashi. Lo bahkan tau kalau ayah gue nikah lagi, dan istri dia punya anak cewek yang sekolah di luar negeri. Dia bahkan pengen ketemu lo, kalau ga percaya silahkan lo tanya Rindou.” Ran menjelaskan dengan nada lembut, Mitsuya hanya diam. Ia menggelengkan kepala nya.

“Don't lie to me, be honest? I'm okay.” Mitsuya adalah orang yang keras kepala, hanya percaya pada pendirian nya.

Ran menghela nafas pelan, Ia mengambil ponsel pintar nya dan menelpon seseorang.

Mitsuya hanya menatap bingung apa yang di lakukan sang mantan, telpon terhubung. Terdengar suara perempuan yang lumayan berat.

“Apa?” suara perempuan itu terdengar seperti bule yang baru saja bisa berbahasa Indonesia.

“Hina, are you busy?” Tanya Ran, kepada gadis yang ada di sebrang telpon sana.

‘Nama nya Hina..’ batin Mitsuya.

“No, it's in the campus cafeteria. Why?” jawab nya, sambil terdengar seperti mengunyah sesuatu.

“Oh, you still want to talk to Takashi?” terdengar suara sendok yang di lempar ke piring dari sebrang sana.

“Of course! I've always wanted it, but only for a moment. Aren't you guys already broken up?” Tanya gadis itu, di sela-sela ke-antusiasan nya.

“Iya, tapi dia lagi ada di hadapan gue sekarang. Mau ngomong?”

“MAU LAH GILA!” teriak Hina, Ran terkekeh pelan. Kemudian memberikan ponsel nya ke arah Mitsuya.

Mitsuya menatap bingung, “Apa?” tanya nya, “Ambil. Tanya sendiri.” jawab Ran.

Mitsuya menghela nafas, ia mengambil ponsel pintar milik Ran, kemudian menempelkan di telinga nya.

“Halo?”

“HALO. This is Taka, right? Ran's not the one who confessed right?!” Tanya nya, dengan sedikit heboh.

“Ya.. ini Taka..” tiba-tiba terdengar gebrakan meja dari sebrang sana.

“AAAAH! Akhirnya, sekalian deh. Dengerin sebentar.”

“Apa?”

_“Kak diem dulu, sorry kalau B.Indonesia gue susah di pahami. tapi, gue sama Ran itu stepbrother. Ayah nya Ran, nikah sama my mom. Ran udah ceritain semua nya ke gue, kata nya kalian putus gara-gara lo ngeliat gue sama dia rangkul-rangkulan sama pelukan kan? BEFORE ALL, gue minta maaf banget. Gue kemaren baru aja balik dari London ke Indonesia. Dan gue emang Deket banget sama Haitani Brother, meski gue sama mereka cuman stepsister. So after all, gue cuman bantu Ran buat jelasin semua nya. Sekalian gue juga pengen Deket sama lo sih, hehe. Tapi, kayak nya ga mungkin. Kalian udah putus. AND SORRY AGAIN, gara-gara gue lo berdua putus. Eh, but I hope you both get back, I want to have a brother-in-law like you. haha.” Hina menjelaskan semua nya dengan heboh dan membuat Mitsuya merasa bingung.

Ia harus tetap pada pendirian nya, atau tidak?


Mereka kini tengah berada di tempat makan yang ada di mall, Mitsuya duduk di sebelah Kazutora. Sedangkan Ran duduk di sebrang nya, mereka saling membuang wajah satu sama lain.

Kazutora, Inupi, dan Koko saling berbicara tanpa mengajak mereka berdua.

Jika ditanya mengapa, mereka sengaja. Ini termasuk usaha mereka untuk memperbaiki hubungan teman mereka yang kandas karena alasan yang tak jelas.

“Diem-diem Bae, ngomong dong.” Kazutora akhirnya mengajak Mitsuya yang duduk disebelah nya berbicara.

Mitsuya hanya melirik malas kearah Kazutora, kemudian membuang wajah nya malas.

“Males ngomong,” jawab nya, Kazutora hanya memasang senyum mencurigakan, kemudian menatap kearah Ran.

Kak Ran juga kenapa diem-diem aja?” Kazutora memberikan ‘Sedikit’ penekanan pada kata Kak karena ia tahu, Mitsuya pasti tak akan terima. Karena itu adalah ‘Panggilan’ khusus dari nya.

Meski panggilan ‘Kak’ biasa, tapi menurut Ran jika Mitsuya yang mengatakan nya, itu sangat menguji hati nya.

“Lagi sariawan.” Jawab Ran, tanpa melirik Mitsuya sedikit pun.

“Oohhh lagi sariawan...” Sahut Koko, dengan nya mengejek, Ran melirik tajam Koko, yang di lirik hanya memasang senyum mencurigakan.

“Nupi, Kajut, jadikan?” Koko berdiri dari duduk nya, ia memberikan ‘Kode’ kepada Inupi dan Kazutora.

Kazutora segera berdiri, “Jadi elah. Gue mah kalau gratis gas aja.” Inupi mengangguk, menyetujui perkataan Kazutora.

“Yaudah yok lah, lo berdua tunggu sini. Gue sama Nupi, Kazutora mau beli sesuatu dulu. Ngobrol gih, atau pesen makanan lagi. Perbaiki silahturahmi jangan lupa.” Setelah selesai dengan kalimat nya, Koko, Inupi, dan Kazutora pergi meninggalkan Mitsuya dan Dan berduaan di dalam keheningan.

Tak berapa lama, Mitsuya berdiri sambil menyampirkan tas nya.

“Gue pulang, bilangin Koko, Inupi sama Kazutor-” Belum selesai dengan kalimat nya, Tangan Mitsuya di tahan oleh Ran.

“Kenapa? bilang sendiri.” Mitsuya melepaskan tangan Ran yang menahan tangan nya, “Bilangin aja susah banget?” Jawab nya, sambil mengerutkan keningnya.

“Kalau gue nolak?” Mitsuya menatap datar Ran, “Mau lo apasih?”

“Balik duduk, gue kasih tau mau gue apa.” Mitsuya memutar bola mata nya malas, ia kembali duduk ketempat nya tadi.

Melihat Mitsuya kembali duduk, Ran pun juga begitu. “So what?” Mitsuya tak suka basa basi.

“Let's talk about our relationship again.” jawab Ran, Mitsuya menatap bingung.

“Apalagi yang harus dibicarain? kita udah putus, dan alasan kita putus udah jelas, 'kan? apalagi yang harus dibicarain?” Mitsuya melipat tangan nya di dada, mencoba menahan amarahnya.

“No, did I tell you? you misunderstood.” Mitsuya menggeleng, “Salah paham gimana? gue literally liat dengan mata kepala gue sendiri. apalagi yang harus dibicarain?”

“There are many, and you must know all of them.” Mitsuya kembali berdiri, “Gue gamau buang-buang waktu buat too much information lo sama cewek itu.” Saat ingin berjalan, Ran kembali menahan tangan Mitsuya.

Mitsuya menatap nanar Ran, “Apasih? lepas ga?” Ran menggeleng. “Enggak sebelum lo dengerin semua penjelasan gue.”

Mitsuya terdengar menghela nafas berat, “Fuck off. okay. I listen.” Mitsuya melepas genggaman tangan Ran, ia kembali duduk.

“Langsunh ke inti, gue ga suka buang-buang waktu.”

“I know.”


Penutupan dari Rektor sudah selesai, Mikey dan Izana kembali berdiri ke atas panggung. Tentu nya tanpa Senju.

“Kalian nyari Senju? dia udah pulang.” Mikey yang seperti cenayang, menjawab semua pertanyaan yang ada diatas kepala mereka semua.

“Ada alasan kenapa dia pulang duluan, dan ada alasan pribadi yang cuman diketahuin oleh panitia-panitia acara aja. So, jangan bilang Senju ga becus or other.” Izana menjelaskan sambil memasang senyum.

“Ya jadi, thanks buat kalian semua. Terutama buat para panitia-panitia acara ini, makasih banyak buat kerja sama nya. Nanti bakal ada acara Dies Natalis, semoga kita ketemu lagi. And, thanks sekali lagi atas dukungan kalian semua.” Izana dan Mikey membungkuk kan badan nya 90° kemudian kembali menegakkan tubuh nya.

“Meski banyak masalah yang di hadapin sama panitia-panitia, kita semua tetep berterimakasih sama masalah itu. Karena itu, bikin semua panitia lebih ambisius. Dan menurut gue, sampai sini aja. See u next program and ketemu lagi di Dies Natalis!” Mikey dan Izana undur diri dari atas panggung.

Semua yang ada di bawah bertepuk tangan.

Usai sudah perkerjaan mereka selama 3 bulan ini, dan perkerjaan mereka selama 3 bulan ini tak berakhir sia-sia.

Mereka puas dengan hasil yang mereka raih selama 3 bulan bersama ini, susah, senang mereka jalani selama ini.

Ini adalah saat nya mereka kembali menjadi Mahasiswa “Ngampus – nge band – pulang”


ㅡ Fin.


Selesai dengan nyanyian nya, semua orang bertepuk tangan tak terkecuali Senju. Ia hanya berdiam diri, mematung di tempat.

“Anjing dah! seriusan itu Abang gue?” Emma menatap terpukau sang kakak yang kini tengah sibuk berbicara sambil memberikan gitar nya kepada staff panggung.

“Abang Lo itu em!” Sahut Akane, Emma makin bertepuk tangan.

“Yang di nyanyiin siapa, yang baper siapa. TOLONG DONG GUE UNSAUDARA AJA SAMA MIKEY.” Emma berteriak-teriak di meja mereka ; tentu hanya yang ada disana yang mendengar.

“Sinting, mau incest ya lu?” Emma menggeleng, “Ga. Tapi gue pengen dong di nyanyiin gitu.” Senju memukul kepala Emma.

“Noh samping pacar lo.” ucap nya, Emma hanya menggerutu pelan. kemudian melingkarkan tangan nya di tangan Hina.

“Hehe sorry~” Hina hanya mengangguk, jujur jika bisa ia juga ingin.

Senju kembali melanjutkan aktivitas nya ; menghisap minuman nya, tak ada tanggapan apapun dari nya tentang lagu yang di bawakan Mikey tadi untuk nya.

“Lo biasa aja, Ju?” Tanya Yuzuha, Senju hanya melirik sebentar kearah gadis Shiba itu, kemudian mengangguk.

“Aneh ya.” Ucap nya, Yuzuha hanya menatap Senju dengan tatapan bingung. Kemudian mengiyakan apa perkataan Senju barusan.

“Iya, lo emang aneh.”


Manto sudah membawa kan 2 lagu, dan mereka semua sudah turun kecuali Mikey dan Izana.

Senju segera berdiri, ia berlari pelan kearah belakang panggung.

Ia hanya tak ikut di awal, tapi di akhir ia sudah berkata bahwa ia akan ikut serta dalam penutupan malam ini.

Senju segera mengambil mic, dan menaiki tangga pelan.

Mikey dan Izana menoleh kearah Senju, “Nah. Ini yang kalian cari, akhir nya datang juga.” Ucap Mikey, yang berhasil dapat pukulan Mic lagi dari Senju.

“Sorry ya, gue di awal emang sengaja ga ikut. Di kurung sama Mikey sama Izana, kata nya gue harus muterin stan sampe berat badan gue naik malam ini juga. Aneh banget mereka, ya ga sih?” Mikey segera mengelak perkataan Senju, “Boong dah itu. Dia sendiri yang bilang mau berat badan nya naik malam ini.”

Izana yang melihat perdebatan kedua nya, akhir nya menengahi. “Gelut mulu, ciuman sana.” Mikey dan Senju langsung memasang wajah masam.

“Ga mau ah, bau jigong. Gue ciuman sama lo aja ya kak?” Ucap Senju, sambil menjauhi Mikey.

“Yuk,” Izana memegang pipi Senju. “Woi anjing!” Mikey menarik Senju ; menjauh dari Izana.

“Waduh posesif amat, padahal bukan siapa-siapa nih pak.” Izana tersenyum menggoda, “Sinting ah.” Senju mundur dari tempat nya. menjauh dari kedua keluarga Sano ini.

“Kapan penutupan nya, gelut mulu.” Senju menepuk-nepuk pipi nya sambil berbicara, Izana terkekeh.

“Dari pada lama-lama langsung aja. Silahkan pak Rektor naik ke atas panggung.” Ucap Mikey, sambil menyingkir ke pinggiran panggung bersama Senju dan Izana.

“Ya terimakasih, jadi...”